feedburner

Lorem ipsum dolor sit amet,
consectetur adipisicing elit,
sed do eiusmod tempor incididunt ut labore
et dolore magna aliqua.

Garuda di Dadaku

Label:

Sebuah film bagus karya anak bangsa yang mengangkat salah satu olah raga populer : Sepak bola, sebuah nama dari olah raga yang memainkan si kulit bundar yang menjadi idola hampir seluruh rakyat Indonesia dari anak-anak hingga orang dewasa.

Film ini memang bukan yang pertama mengangkat olah raga ini sebagai tema dalam sebuah film. Sebelum ini ada film berjudul “The Jaks” yang mengisahkan tentang supporter klub Persija Jakarta, “the Conductor” yang mengisahkan 3 orang konduktor, dimana salah satunya mengisahkan seorang yang bernama Yuli Soempil, konduktor supporter Arema Malang, dan yang terakhir dan belum lama ini diputar di bioskop di Indonesia, “Romeo and Juliet” kisah perseteruan 2 supporter sepak bola ”The Jaks” Jakarta dan ”Viking” Bandung yang dibumbui kisah asmara 2 pendukung klub sepak bola tersebut. Dan yang menarik ketiga film tersebut merupakan karya sutradara muda Yusuf Bahtiar (Kang Ucup).

Dikisahkan Bayu (Emir Mahira), seorang anak yang memiliki impian menjadi pemain sepakbola nasional seperti almarhum ayahnya, terhalang oleh berbagai rintangan dan tantangan. Tetapi hal itu tak membuat Bayu patah semangat. Bayu tetap berjuang untuk dapat mencapai cita-citanya itu, yaitu dapat memakai kaos bergambar Burung Garuda di dadanya, yang merupakan seragam kebanggaan tim nasional kita (walaupun saat ini belum ada prestasi yang membanggakan dengan tim nasional kita).
Dalam mewujudkan cita-citanya itu Bayu mendapatkan dukungan dari sahabatnya yang bernama Heri (Aldo Tansiani). Heri merupakan seorang anak dengan menggunakan kursi roda otomatis/elektrik yang mungkin anak seorang pengacara (karena dalam film ini ada dialog antara dia dan ayahnya di telepon yang menyebutkan ayahnya orang yang berprofesi di bidang hukum). Heri selalu memberikan dukungan kepada Bayu agar dapat mencapai cita-citanya saat itu. Hal ini diwujudkan dengan memberikan dukungan moral maupun materiil kepada bayu saat masuk ke Sekolah Sepak Bola Arsenal yang dilatih oleh Pak Johan (Ari Shasale). Sayang, hal itu tidak didukung pula oleh keluarga Bayu, terutama dari sang kakek, Pak Usman (Ikranagara).
Menurut anggapan dari sang kakek, menjadi pemain sepakbola berarti memilih hidup susah, dan selalu mencontohkan dengan nasib Ayahnya, yang akibat cidera harus menjadi supir taksi hingga akhir hayatnya. Bahkan, ia tak segan-segan tidak akan mengakui Bayu sebagai cucunya , jika Bayu tetap meneruskan cita-citanya menjadi pemain sepak bola.
Di tengah usaha sang kakek mendidik cucunya menjadi orang sukses dengan bermacam-macam pendidikan informal kepada sang cucu, Bayu justru bertemu dengan Pak Johan, yang tertarik dengan gaya permainan anak yang berusia 12 tahun ini. Hingga akhirnya Bayu mendapat beasiswa dari sekolah sepak bola Arsenal yang dilatihnya. Dengan belajar dan menggali ilmu di sekolah ini merupakan titik awal kebangkitan untuk menggapai cita-citanya.
Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, Bayu terus mendapat hambatan dan rintangan, dari mulai hambatan keluarga, hingga fasilitas tempat latihan yang tidak ada. Disinilah tokoh Heri dan Bang Duloh (Ramzy), supir Heri, menyegarkan suasana film tersebut dengan celetukan-celetukan dan tingkah Bang Duloh yang lugu dan humoris (dengan gaya logat Betawi Arab yang kental). Hingga akhirnya bertemu dengan seorang gadis cilik bernama Zahra, anak seorang penjaga kuburan, yang membolehkan Bayu untuk berlatih di kuburan tempatnya tinggal.
Awal mula pertemuan mereka (Bayu, Heri dan Bang Duloh) dengan Zahra cukup menarik dan agak horor, hal ini dikarenakan zahra banyak mengatakan hal-hal yang menurut mereka agak menyeramkan. Tapi disinilah nilai persahabatan mereka tumbuh. Dari mulai zahra mengerjakan tugas-tugas melukis Bayu, hingga tingkah Heri yang mulai menyukai Zahra, walaupun sering di ledek oleh Bayu dan teman-teman sekolahnya. Hal tersebut merupakan bumbu yang segar dalam film ini.
Singkat cerita kegiatan bayu di luar rumah tercium oleh sang Ibu (Maudy Kusnaedi), namun karena rasa cinta dan kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya, akhirnya sang ibu memberikan izin kepada bayu untuk mewujudkan mimpinya tersebut dengan catatan nilai sekolah jangan sampai turun, dan juga agar Bayu mau berterus terang nantinya kepada sang kakek. Akan tetapi sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, itulah peribahasa yang tepat untuk melukiskan cerita selanjutnya. Kegiatan Bayu di luar rumah akhirnya tercium juga oleh sang kakek, padahal sang kakek sudah mendaftarkan Bayu ke kursus melukis yang terkenal, pimpinan Putu Media, dengan mengorbankan tabungan pensiunnya demi sang cucu tercinta.
Kecewa, itulah kata yang tepat untuk melukiskan perasaan sang kakek begitu mengetahui sang cucu selama ini membohongi dirinya, hingga klimaksnya sang kakek terkena serangan jantung di lapangan Sekolah Sepakbola Indonesia – Arsenal, tempat bayu berlatih dengan Pak Johan. Hingga akhirnya Bayu merasa menyesal dan mengakui kesalahannya di depan sang kakek yang sedang terbaring di rumah sakit. Hal ini lah drama yang cukup mengharukan, dimana sang kakek akhirnya mengizinkan Bayu untuk meneruskan menggapai cita-citanya itu.
Film ini didukung oleh akting aktor cilik pendatang baru Emir yang memang memiliki kemampuan memainkan si kulit bundar menjadi lebih nyata. Ditambah dukungan soundtrack film ini yang dimainkan oleh group Band Netral, dengan gebukan drum Enno, sang drummer sangat membangkitkkan semangat patriotik kita bila menonton film ini, patut mendapat acungan dua jempol.
Film ’Garuda di Dadaku’ ini merupakan pilihan yang tepat untuk para anak-anak kita mengisi liburan kali ini. Dengan Durasi 1 jam 30 menit, Film besutan sutradara Ifa Isfansyah ini banyak mengandung Nilai-nilai sosial yang kental, motivasi, kerja keras, nilai persahabatan dan juga nilai-nilai patriotik dan integritas terhadap bangsa dan negara Indonesia yang patut di teladani dari tokoh utama pada film ini.
Selamat menonton......

0 komentar:

Posting Komentar